Senin, 15 Agustus 2011

ASI makanan untuk Bayi, tak bisa tergantikan


Beberapa waktu yang lalu aku mendapati dua orang ibu sedang bercengkrama di pinggir jalan sambil menyusui anaknya. Geli waktu pertama kali melihatnya. Tapi seketika itu juga merasakan miris. Miris? Kenapa? karena sejatinya yang terjadi saat itu adalah ibu-ibu tadi tidak sedang memberi ASI kepada bayinya. Tapi memberi 'dot' alias botol yang berisi susu formula. Dan mirisnya itu dilakukan secara berjamaah.

Sungguh amat disayangkan, saat ini banyak sekali ibu yang tidak memberikan ASI kepada bayinya. Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) menunjukkan, pada 2006 sebanyak 64,1 persen ibu memberikan air susu ibu (ASI) eksklusif kepada bayinya. Namun pada 2007 turun menjadi 62,2 persen dan kembali mengalami penurunan pada 2008 ke angka 56,2 persen. Angka ini terus menurun tiap tahunnya. Padahal ASI adalah makanan terbaik untuk bayi yang tidak ada padanannya. Karena diciptakan oleh Dzat yang Maha Mengetahui hambaNya AlLoh SWT. Tidak ada satupun makanan yang menyamai ASI. SubhanalLoh...

Namun kenyataan ini rupanya tidak disadari ibu. Banyak ibu meninggalkan perannya untuk menyusui ini dengan berbagai alasan. Bagi ibu-ibu dari golongan ekonomi menengah ke bawah ekonomi menjadi alasan utama. Kurangnya pendapatan suami, menuntut dia untuk membantu suaminya demi untuk mencukupi hidupnya. Walhasil untuk menyusui anakpun tidak ada waktu. Namun 'penyakit' ini rupanya tidak hanya dialami oleh ibu-ibu dari golongan menengah ke bawah tapi juga ibu-ibu dengan tingkat ekonomi yang mapan. Alasan klise yang diberikan mereka karena mereka takut dengan menyusui akan membuat postur tubuhnya tidak lagi indah. Masya AlLoh...

Inilah realitas yang ada di negeri ini. Para wanitanya banyak yang tidak memberikan ASI kepada bayinya. Padahal AlLoh SWT telah memberikan peran yang tepat untuknya yakni sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Sedangkan peran untuk mencari nafkah dibebankan oleh AlLoh kepada suami. Namun di sistem Kapitalis saat ini -di saat semua hal dipandang dengan sudut kemanfaatannya, kebahagianan dipandang dari banyaknya materi yang didapatkan, disaat uang menjadi hal yang diagung-agungkan- peran yang diberikan oleh AlLoh ini tidak berjalan dengan semestinya. Sehingga permasalahan manusia semakin kompleks. Permasalahan yang tidak hanya dialami oleh orang dewasa, bahkan oleh anak-anak dan juga bayi. Inilah yang terjadi saat hukum-hukum AlLoh tidak lagi menjadi aturan yang dijalankan, akan tampak kerusakan yang nyata di bumi ini. Dan sekarang, semua itu telah terbukti.

Permasalahan ASIpun tak berhenti sampai disini. Beberapa golongan orang yang menyadari pentingnya ASI mencoba memberikan solusi untuk permasalahan ibu dan bayi ini dengan mengadakan Bank ASI. Bank ASI ini didesain layaknya Bank Darah dimana orang yang memiliki kelebihan darah bisa menyumbang ke orang yang kekurangan darah. Untuk Bank ASI, mekanismenya hampir sama, jika ibu kelebihan ASI maka diberikan kesempatan untuk menyumbangnya dan diberikan kepada yang kekurangan. Namun tidak sesimpel itu, ASI yang diberikan oleh para ibu ini nantinya akan dicampur dan dipasteurisasi untuk membunuh virus dan kuman yang kemungkinan ada. Ini yang kemudian menjadi permasalahan. Pada perkara ASI ini akan berkaitan dengan adanya saudara sepersusuan. Dimana keberadaan saudara sepersusuan ini di nashkan oleh AlLoh sebagai muhrim. Sehingga identitas ibu yang memberikan susu harus jelas, berikut dengan identitas anaknya. Sehingga di kemudian hari tidak ada kejadian saudara sepersusuan menikah. Dalam mekanisme Bank ASI yang dicontohkan oleh orang-orang Barat ini kejelasan dari identitas ini tidak ada karena semua ASI dicampur jadi satu. Apalagi yang terjadi saat ini keberadaan Bank ASI ini justru merupakan bentuk kapitalisasi untuk ASI. Dimana ASI yang telah diberikan secara cuma-cuma oleh AlLoh ini, akan mendapat bandrol harga dari perusahaan yang mengakumulasikannya. Dengan realitas ini semakin jelaslah kebobrokan dari Kapitalisme.